Civitas academica Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menggelar ‘deklarasi Rawamangun’ sebagai bentuk kritik dan seruan kepada pemerintah Joko Widodo agar kembali ke koridor demokrasi.
Mereka menilai situasi demokrasi di bawah kepemimpinan Jokowi saat ini memprihatinkan.
ukan hanya itu, deklarasi yang diikuti oleh mahasiswa, jajaran dosen, senat, hingga guru besar itu juga mengaku khawatir atas realitas tata kehidupan sosial, ekonomi dan politik Indonesia akhir-akhir ini. Salah satunya, penodaan etika dan hukum dalam gelaran Pemilu 2024.
“[Pernyataan sikap ini terkait] fenomena kontestasi politik yang menodai nilai-nilai etika, moral dan hukum dan mencederai nilai-nilai demokrasi dan konstitusi menjelang Pemilu pada 14 Februari 2024,” kata perwakilan Civitas Academika UNJ Ubedilah Badrun di Jakarta, Selasa (6/2).
“Itu yang kemudian menimbulkan kekisruhan sosial dan politik yang dapat mengancam sendi-sendi keutuhan NKRI,” lanjutnya
Ubed menjelaskan sebagai buah reformasi yang anti KKN, Indonesia telah memilih jalan demokrasi di pengujung abad ke-20. Demokrasi dinilai sebagai jalan terbaik untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang berasaskan pada Pancasila.
“Karenanya, menegakkan demokrasi sesungguhnya menegakkan Negara Republik Indonesia,” ujarnya.
Ubed menyebut salah satu ciri utama negara demokrasi adalah terlaksananya Pemilu yang bebas, jujur, adil, dan bersih sesuai dengan Pancasila dan UUD-1945 serta perundang-undangan lainnya yang berlaku.
“Oleh karena itu segala bentuk kecurangan, dan penyalahgunaan kekuasaan dalam pelaksanaan Pemilu adalah kejahatan dalam berdemokrasi dan konstitusi,” ujarnya.
Dalam deklarasi itu, civitas academica UNJ juga mendesak penyelenggara Pemilu untuk bersungguh-sungguh menjalankan tugasnya.
Penyelenggara Pemilu, kata Ubed, harus menjunjung tinggi netralitas dan integritas sehingga dapat mengantisipasi segala macam masalah, gejala, dan peristiwa yang memungkinkan terjadinya penyimpangan pelaksanaan Pemilu 2024.
Civitas academica UNJ juga turut mendesak pemerintah pusat dan daerah, TNI, Polri serta aparat penegak hukum terkait untuk menjunjung tinggi netralitas dan tidak memihak dan mengintervensi jalannya proses Pemilu.
“Tidak melakukan cawe-cawe politik, intimidasi, dan politik uang, serta tidak menggunakan fasilitas negara atas dasar kepentingan kelompok, kerabat atau golongan yang menyimpang dari koridor demokrasi dan konstitusi dalam menjalankan roda pemerintahan yang telah dipercayakan kepadanya,” lanjutnya.
Beberapa permasalahan krusial lain juga mereka ungkit, seperti kasus penggusuran paksa di Pulau Rempang, pelanggaran kode etik hingga perilaku hakim konstitusi Anwar Usman yang saat itu menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi
Lalu, mereka juga menyoroti temuan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) sedikitnya terdapat Rp3,7 triliun perputaran uang dari tambang illegal yang mengalir ke Tim Kampanye.
Terbaru, terkait Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberi sanksi Peringatan Keras kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan anggota KPU lainnya karena melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden.
Setelah deklarasi, semua civitas academica pun melakukan pawai di tengah rintik hujan dengan berkeliling kampus UNJ membawa spanduk bertuliskan “Mengawal Demokrasi untuk Pemilu Bersih dan Damai’.
Sebelumnya, sejumlah kampus juga melakukan deklarasi dan melayangkan petisi kepada pemerintah terkait situasi saat ini. Beberapa yang disorot yakni terkait netralitas Jokowi dalam pemilu hingga kemerosotan demokrasi.
Baca artikel CNN Indonesia “‘Deklarasi Rawamangun’ UNJ Desak Jokowi Kembali ke Koridor Demokrasi”
No responses yet